Suatu hari, Usnissa Vijaya Bhagavati datang menemuiku. Beliau meminta aku bershadana selama 7 hari untuk membantuku mengikis karma buruk kehidupanku saat ini. Selama 7 hari bershadana kepada Usnissa Vijaya Bhagavati aku dibawa ke tujuh tempat yang fenomena alamnya berbeda.
Ada kolam air besar, partikel yang bergerak spiral,
aura berwarna hijau di dalam sebuah gua, kutub bersalju, laut merah, kolam air
panas dan kolam lumpur. Aku berdiam sejenak di tempat-tempat itu, Usnissa
Vijaya Bhagavati mengatakan kalau tempat-tempat tersebut bisa membantu mengikis
karma burukku di kehidupan saat ini, sehingga tidak ada lagi karma buruk dalam
diriku dan rohku bersih.
Memang sejak aku mendapatkan kontak batin dengan para
Dewa, karma buruk masa laluku telah terhapus. Dan karma burukku dikehidupan
saat ini, Usnissa Vijaya Bhagavati membantuku untuk mengikisnya. Walaupun aku
melatih roh dalam diriku dan mendapatkan berkah dan pertolongan yang tidak
terhingga dari Buddha-Bodhisattva, tapi aku tetap berusaha mawas diri.
Aku
berusaha menjaga hati dan pikiranku agar tidak muncul kekotoran batin. Aku
berusaha memperbaiki diri dan menjalankan hidup dengan baik serta berbuat
kebajikan sesuai petunjuk para Dewa.
Walaupun banyak kejadian yang membuat hatiku sedih, melihat orang-orang yang semula berjodoh dan mendapatkan bimbingan dari para Dewa, menarik diri mereka dalam pembinaan diri dan tenggelam dalam kesibukan keduniawian mereka. Aku menghadap kepada para Dewa di altar cetya dan duduk merenungi beberapa kejadian yang terjadi beberapa hari belakangan ini,
dengan menangis aku mengungkapkan kesedihanku melihat ada seorang suami yang melarang istrinya membina diri, ada yang tidak mau membina diri karena masalah rumah tangga dan masih ingin bersenang-senang, ada yang berhenti membina diri karena takut menerima efek negatif dari hasil pembinaan dirinya walaupun para Dewa menjaganya, ada yang berhenti membina diri karena marah dan tersinggung dengan sesama pembina diri lainnya dan ada yang berhenti membina diri karena mendengar kritik dan kata-kata negatif orang lain.
Mahaguru pernah berkata: “Hati dan perasaan manusia mudah sekali berubah-ubah, tiada ketetapan hati dan mudah sekali terpengaruh dengan sekitarnya “.
Guru Sejatiku mengatakan: “Ada pertemuan pasti ada perpisahan, jangan disesali mereka yang telah pergi karena pasti akan ada yang lain yang akan datang “.
Mahadewi Yao Che Chin Mu berkata: “Semua bisa bertemu karena ada karma jodoh di kehidupan lalu, biarlah semua datang berdasarkan jodoh saja “.
Bodhisattva Mahastamaprapta berkata: “Ada yang berjodoh dikehidupan ini karena karma jodoh baik dan karma jodoh buruk, mereka yang berjodoh baik akan saling melengkapi dan saling memberi manfaat satu dengan yang lain hingga masing-masing bisa mendapatkan pencerahan, tapi mereka yang berjodoh buruk akan saling menyakiti dan merugikan satu dengan yang lainnya “.
Perkataan dan nasihat Guru-Guruku itu menyadarkan aku, tidak seharusnya aku terpengaruh dengan segala sikap dan keputusan mereka. Walaupun mereka semua mundur, tapi aku tidak akan mundur dalam pembinaan diri dan tetap teguh menjalankan Dharma, ibarat Bodhisattva yang telah bersumpah samaya dan berikrar, aku akan tetap maju terus walaupun rintangan dan halangan menghadang jalanku.
Mungkin ketulusan hatiku ini membuat aku mengalami kenaikan tingkat dalam spiritual, sampai suatu kali setelah aku selesai mencurahkan perasaanku kepada Buddha-Bodhisattva dan duduk bermeditasi, aku mengalami sensasi dan pencapaian meditasi yang berbeda.
Sensasi meditasi ini tidak pernah kurasakan sebelumnya, saat itu tubuhku seperti kaku tak bergerak sedikitpun dan terasa padat, setelah itu telinga kananku berdenyut-denyut dan kedap seperti berada dalam air di kedalaman tertentu, lalu telinga kananku yang kurasa kedap itu dengan cepat hilang rasa kedapnya dan sepertinya aku bisa mendengar dengan jelas percakapan orang di telinga kananku itu.
Aku mengira yang kudengar adalah percakapan orang hidup, ternyata itu percakapan hantu-hantu gentayangan, aku mendengarkan dengan seksama pembicaraan mereka;
Dialog Pertama:
Hantu 1 : Aduh... enggak enak tinggal di sini, mana kedinginan lagi. Kapan ya bisa naik ke surga ?
Hantu 2 : Naik ke surga? mana bisa kamu naik ke surga, surga itu untuk orang-orang yang banyak berbuat baik, sedangkan kamu matinya bunuh diri.
Hantu 1 : Masih mending aku bunuh diri, dari pada kamu yang matinya kecelakaan.
Hantu 2 : Ya sudah, sudah. Kita sama-sama hidup susah, lebih baik saling mengerti saja. Kemudian kudengar percakapan lain,
Dialog Kedua:
Hantu 1 : Hei... si Desi tubuhnya bisa bercahaya.
Hantu 2 : Jangan dekat-dekat dia, banyak Dewa-Dewa menjaganya dan jangan ganggu umat di cetya itu.
Lalu kudengar percakapan lainnya,
Dialog Ketiga:
Hantu 1 : Ayo... lebih baik kita ke sana saja, di situ ada yang bisa kemasukan roh-roh seperti kita.
Hantu 2 : Kemana? di sini saja.
Hantu 1 : Sudah jangan di sini, di sini panas, kita ke sana saja. Orang yang kemasukan roh itu tidak membaca mantera, saat ini dia lagi kemasukan roh binatang, kita juga bisa masuk ke dalam tubuhnya.
Hantu 2 : Ayo... kita kerjain aja.
Percakapan yang lain lagi,
Dialog Keempat:
Hantu 1 : Wah... hebat ya. Dia bisa bercahaya seperti itu dan tinggi seperti gunung.
Hantu 2 : Iya... aku menyesal, kenapa dulu tidak membina diri seperti dia, sekarang sudah menjadi hantu seperti ini entah kapan bisa menjadi manusia lagi.
Aku mendadak bisa mendengar percakapan hantu-hantu gentayangan yang berada di sekitar tempatku setelah mengalami sensasi meditasi hari ini.
Ternyata seperti itu proses terbukanya telinga Dewa, muncul dengan sendirinya tanpa aku harapkan sama sekali. Mendengar perkataan hantu-hantu berhawa yin bisa aku dengar melalui telinga sampai saat ini, berbeda dengan berkomunikasi dengan Buddha-Bodhisattva yang melalui hati. Aku baru mengetahui perbedaan mendengar komunikasi dari Buddha-Bodhisattva dan hantu gentayangan.
Beberapa hari ini aku terus mengalami pencapaian tingkat meditasi, setelah terbuka telinga Dewa aku dengan sendirinya bisa meramal dengan mengunakan tangan secara spontan, suatu kali saat pagi hari saat aku mengantar anakku ke sekolah bersama suami dengan mengendarai mobil, aku merasakan sesuatu, secara spontan aku mengangkat tangan dan memindahkan jari jempolku ke jari-jari yang lain, jariku itu bergerak sendiri dan berhenti di salah satu bagian jari yang lain, setelah itu dengan cepat hati langsung berkata kalau ada yang mengirim guna-guna.
Aku kebingungan dengan pergerakan jariku yang mendadak ini, apa ini yang dinamakan meramal dengan jari tangan yang biasa dilakukan oleh para Dewa. Aku masih belum mengerti, tapi tubuhku terus mengalami keanehan sampai di dalam mobil.
Aku tidak menceritakan hal ini pada suami, tapi tiba-tiba dia mengatakan kalau semalam dia bermimpi buruk, setelah bangun dari mimpi punggungnya terasa sakit. Mendengar ceritanya tubuhku semakin terasa aneh, aku bertanya dalam hati, apa ramalan pagi ini adalah jawaban dari mimpinya semalam.
Sesampai dirumah aku mencoba untuk menetralisir tubuhnya agar pengaruh guna-guna itu hilang, setelah selesai aku duduk bermeditasi dan berkonsentrasi, rohku keluar dari tubuh dan pergi kesuatu tempat, ditempat itu ada sebuah rumah yang entah kenapa aku memagari dengan sinar vajra, setelah beberapa saat ada seekor burung berwujud setengah manusia menyerangku. Dengan cepat aku mengeluarkan giok bersinar, pancaran sinar giok membuat siluman burung itu terpental dan lari.
Setelah itu aku kembali dan menetralisir pengaruh hawa negatif yang telah kuserap tadi dengan mengunakan dua Mustika Hian Thian Shang Tee, tapi pancaran sinar kedua Mustika itu tidak bisa bersinar sempurna, mungkin kekuatan hawa negatif itu agak kuat sehingga aku hanya bisa mengeluarkan setengah dari hawa negatif itu, aku sudah berusaha mengulang mengaktifkan Mustika itu sampai 2 kali, tapi tetap tidak bisa mengeluarkan sisa hawa negatif tersebut.
Aku sampai tidak bisa menahannya, dan sekujur tubuhku berkeringat dingin dan terasa sakit, seakan aku dicengkram sampai sulit untuk bernafas. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dengan segera aku memohon pertolongan para Dharmapala, para Dharmapala membantuku untuk mengerakkan seluruh tubuh agar hawa negatif bisa keluar, tapi lagi-lagi hanya sedikit hawa negatif yang bisa kukeluarkan dari dalam tubuhku, saat itu aku sudah kelelahan.
Aku berdoa kepada Buddha-Bodhisattva memohon pertolongan, tiba-tiba saja tanganku membentuk mudra Dewi Kwan Im, tanganku bergerak perlahan dan seperti mendapat tenaga dari luar, cakra dahiku terbuka dan menarik energi dari luar, aku merasakan energi itu masuk melalui cakra dahi lalu turun ke tenggorokan, turun kehati dan terus turun sampai cakra pusar.
Kemudian energi itu menyebar dibagian cakra pusar beberapa saat, lalu mendorong sesuatu keatas melalui jalur yang sama saat energi itu turun. Aku mengira sesuatu yang didorong itu akan dikeluarkan melalui mulutku, tapi ternyata terus naik sampai ke cakra dahi.
Cakra dahiku seperti mengeluarkan sesuatu dengan cepat, setelah selesai entah kenapa aku merasakan lega, sesuatu yang menganjal dalam tubuhku dan sakit pada sekujur tubuhku hilang begitu saja, aku merasakan tubuhku ringan dan nyaman.
Aku tahu, Dewi Kwan Im telah datang menolongku mengeluarkan semua hawa negatif dalam tubuhku. Guru Sejatiku berpesan, agar aku tidak malas melatih diri dan selalu mengingat semua bimbingan yang diberikan oleh para Dewa, agar jika ada rintangan dan cobaan aku bisa mengatasinya. Walaupun Buddha-Bodhisattva pasti akan datang menolong jika aku mengalami kesulitan, tapi aku harus belajar untuk mandiri.
Sesungguhnya setiap cobaan dan rintangan yang datang, adalah suatu ujian yang diberikan kepadaku agar aku bisa mengalami kenaikan tingkat dalam spiritual. Karena jika tidak ada ujian yang datang, maka tidak ada pencapaian pencerahan apapun yang bisa aku dapatkan.
Aku bersyukur dan berterima kasih atas ujian ini, berterima kasih atas berkah yang ku terima dan berterima kasih atas pertolongan Dewi Kwan Im. Semoga aku bisa menjalankan hidup dengan baik dan tetap teguh dalam pembinaan diri, karena dari setiap ujian yang aku terima selama ini, membuat aku banyak belajar dan semakin memahami arti hidupku di dunia ini.
Walaupun banyak kejadian yang membuat hatiku sedih, melihat orang-orang yang semula berjodoh dan mendapatkan bimbingan dari para Dewa, menarik diri mereka dalam pembinaan diri dan tenggelam dalam kesibukan keduniawian mereka. Aku menghadap kepada para Dewa di altar cetya dan duduk merenungi beberapa kejadian yang terjadi beberapa hari belakangan ini,
dengan menangis aku mengungkapkan kesedihanku melihat ada seorang suami yang melarang istrinya membina diri, ada yang tidak mau membina diri karena masalah rumah tangga dan masih ingin bersenang-senang, ada yang berhenti membina diri karena takut menerima efek negatif dari hasil pembinaan dirinya walaupun para Dewa menjaganya, ada yang berhenti membina diri karena marah dan tersinggung dengan sesama pembina diri lainnya dan ada yang berhenti membina diri karena mendengar kritik dan kata-kata negatif orang lain.
Mahaguru pernah berkata: “Hati dan perasaan manusia mudah sekali berubah-ubah, tiada ketetapan hati dan mudah sekali terpengaruh dengan sekitarnya “.
Guru Sejatiku mengatakan: “Ada pertemuan pasti ada perpisahan, jangan disesali mereka yang telah pergi karena pasti akan ada yang lain yang akan datang “.
Mahadewi Yao Che Chin Mu berkata: “Semua bisa bertemu karena ada karma jodoh di kehidupan lalu, biarlah semua datang berdasarkan jodoh saja “.
Bodhisattva Mahastamaprapta berkata: “Ada yang berjodoh dikehidupan ini karena karma jodoh baik dan karma jodoh buruk, mereka yang berjodoh baik akan saling melengkapi dan saling memberi manfaat satu dengan yang lain hingga masing-masing bisa mendapatkan pencerahan, tapi mereka yang berjodoh buruk akan saling menyakiti dan merugikan satu dengan yang lainnya “.
Perkataan dan nasihat Guru-Guruku itu menyadarkan aku, tidak seharusnya aku terpengaruh dengan segala sikap dan keputusan mereka. Walaupun mereka semua mundur, tapi aku tidak akan mundur dalam pembinaan diri dan tetap teguh menjalankan Dharma, ibarat Bodhisattva yang telah bersumpah samaya dan berikrar, aku akan tetap maju terus walaupun rintangan dan halangan menghadang jalanku.
Mungkin ketulusan hatiku ini membuat aku mengalami kenaikan tingkat dalam spiritual, sampai suatu kali setelah aku selesai mencurahkan perasaanku kepada Buddha-Bodhisattva dan duduk bermeditasi, aku mengalami sensasi dan pencapaian meditasi yang berbeda.
Sensasi meditasi ini tidak pernah kurasakan sebelumnya, saat itu tubuhku seperti kaku tak bergerak sedikitpun dan terasa padat, setelah itu telinga kananku berdenyut-denyut dan kedap seperti berada dalam air di kedalaman tertentu, lalu telinga kananku yang kurasa kedap itu dengan cepat hilang rasa kedapnya dan sepertinya aku bisa mendengar dengan jelas percakapan orang di telinga kananku itu.
Aku mengira yang kudengar adalah percakapan orang hidup, ternyata itu percakapan hantu-hantu gentayangan, aku mendengarkan dengan seksama pembicaraan mereka;
Dialog Pertama:
Hantu 1 : Aduh... enggak enak tinggal di sini, mana kedinginan lagi. Kapan ya bisa naik ke surga ?
Hantu 2 : Naik ke surga? mana bisa kamu naik ke surga, surga itu untuk orang-orang yang banyak berbuat baik, sedangkan kamu matinya bunuh diri.
Hantu 1 : Masih mending aku bunuh diri, dari pada kamu yang matinya kecelakaan.
Hantu 2 : Ya sudah, sudah. Kita sama-sama hidup susah, lebih baik saling mengerti saja. Kemudian kudengar percakapan lain,
Dialog Kedua:
Hantu 1 : Hei... si Desi tubuhnya bisa bercahaya.
Hantu 2 : Jangan dekat-dekat dia, banyak Dewa-Dewa menjaganya dan jangan ganggu umat di cetya itu.
Lalu kudengar percakapan lainnya,
Dialog Ketiga:
Hantu 1 : Ayo... lebih baik kita ke sana saja, di situ ada yang bisa kemasukan roh-roh seperti kita.
Hantu 2 : Kemana? di sini saja.
Hantu 1 : Sudah jangan di sini, di sini panas, kita ke sana saja. Orang yang kemasukan roh itu tidak membaca mantera, saat ini dia lagi kemasukan roh binatang, kita juga bisa masuk ke dalam tubuhnya.
Hantu 2 : Ayo... kita kerjain aja.
Percakapan yang lain lagi,
Dialog Keempat:
Hantu 1 : Wah... hebat ya. Dia bisa bercahaya seperti itu dan tinggi seperti gunung.
Hantu 2 : Iya... aku menyesal, kenapa dulu tidak membina diri seperti dia, sekarang sudah menjadi hantu seperti ini entah kapan bisa menjadi manusia lagi.
Aku mendadak bisa mendengar percakapan hantu-hantu gentayangan yang berada di sekitar tempatku setelah mengalami sensasi meditasi hari ini.
Ternyata seperti itu proses terbukanya telinga Dewa, muncul dengan sendirinya tanpa aku harapkan sama sekali. Mendengar perkataan hantu-hantu berhawa yin bisa aku dengar melalui telinga sampai saat ini, berbeda dengan berkomunikasi dengan Buddha-Bodhisattva yang melalui hati. Aku baru mengetahui perbedaan mendengar komunikasi dari Buddha-Bodhisattva dan hantu gentayangan.
Beberapa hari ini aku terus mengalami pencapaian tingkat meditasi, setelah terbuka telinga Dewa aku dengan sendirinya bisa meramal dengan mengunakan tangan secara spontan, suatu kali saat pagi hari saat aku mengantar anakku ke sekolah bersama suami dengan mengendarai mobil, aku merasakan sesuatu, secara spontan aku mengangkat tangan dan memindahkan jari jempolku ke jari-jari yang lain, jariku itu bergerak sendiri dan berhenti di salah satu bagian jari yang lain, setelah itu dengan cepat hati langsung berkata kalau ada yang mengirim guna-guna.
Aku kebingungan dengan pergerakan jariku yang mendadak ini, apa ini yang dinamakan meramal dengan jari tangan yang biasa dilakukan oleh para Dewa. Aku masih belum mengerti, tapi tubuhku terus mengalami keanehan sampai di dalam mobil.
Aku tidak menceritakan hal ini pada suami, tapi tiba-tiba dia mengatakan kalau semalam dia bermimpi buruk, setelah bangun dari mimpi punggungnya terasa sakit. Mendengar ceritanya tubuhku semakin terasa aneh, aku bertanya dalam hati, apa ramalan pagi ini adalah jawaban dari mimpinya semalam.
Sesampai dirumah aku mencoba untuk menetralisir tubuhnya agar pengaruh guna-guna itu hilang, setelah selesai aku duduk bermeditasi dan berkonsentrasi, rohku keluar dari tubuh dan pergi kesuatu tempat, ditempat itu ada sebuah rumah yang entah kenapa aku memagari dengan sinar vajra, setelah beberapa saat ada seekor burung berwujud setengah manusia menyerangku. Dengan cepat aku mengeluarkan giok bersinar, pancaran sinar giok membuat siluman burung itu terpental dan lari.
Setelah itu aku kembali dan menetralisir pengaruh hawa negatif yang telah kuserap tadi dengan mengunakan dua Mustika Hian Thian Shang Tee, tapi pancaran sinar kedua Mustika itu tidak bisa bersinar sempurna, mungkin kekuatan hawa negatif itu agak kuat sehingga aku hanya bisa mengeluarkan setengah dari hawa negatif itu, aku sudah berusaha mengulang mengaktifkan Mustika itu sampai 2 kali, tapi tetap tidak bisa mengeluarkan sisa hawa negatif tersebut.
Aku sampai tidak bisa menahannya, dan sekujur tubuhku berkeringat dingin dan terasa sakit, seakan aku dicengkram sampai sulit untuk bernafas. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dengan segera aku memohon pertolongan para Dharmapala, para Dharmapala membantuku untuk mengerakkan seluruh tubuh agar hawa negatif bisa keluar, tapi lagi-lagi hanya sedikit hawa negatif yang bisa kukeluarkan dari dalam tubuhku, saat itu aku sudah kelelahan.
Aku berdoa kepada Buddha-Bodhisattva memohon pertolongan, tiba-tiba saja tanganku membentuk mudra Dewi Kwan Im, tanganku bergerak perlahan dan seperti mendapat tenaga dari luar, cakra dahiku terbuka dan menarik energi dari luar, aku merasakan energi itu masuk melalui cakra dahi lalu turun ke tenggorokan, turun kehati dan terus turun sampai cakra pusar.
Kemudian energi itu menyebar dibagian cakra pusar beberapa saat, lalu mendorong sesuatu keatas melalui jalur yang sama saat energi itu turun. Aku mengira sesuatu yang didorong itu akan dikeluarkan melalui mulutku, tapi ternyata terus naik sampai ke cakra dahi.
Cakra dahiku seperti mengeluarkan sesuatu dengan cepat, setelah selesai entah kenapa aku merasakan lega, sesuatu yang menganjal dalam tubuhku dan sakit pada sekujur tubuhku hilang begitu saja, aku merasakan tubuhku ringan dan nyaman.
Aku tahu, Dewi Kwan Im telah datang menolongku mengeluarkan semua hawa negatif dalam tubuhku. Guru Sejatiku berpesan, agar aku tidak malas melatih diri dan selalu mengingat semua bimbingan yang diberikan oleh para Dewa, agar jika ada rintangan dan cobaan aku bisa mengatasinya. Walaupun Buddha-Bodhisattva pasti akan datang menolong jika aku mengalami kesulitan, tapi aku harus belajar untuk mandiri.
Sesungguhnya setiap cobaan dan rintangan yang datang, adalah suatu ujian yang diberikan kepadaku agar aku bisa mengalami kenaikan tingkat dalam spiritual. Karena jika tidak ada ujian yang datang, maka tidak ada pencapaian pencerahan apapun yang bisa aku dapatkan.
Aku bersyukur dan berterima kasih atas ujian ini, berterima kasih atas berkah yang ku terima dan berterima kasih atas pertolongan Dewi Kwan Im. Semoga aku bisa menjalankan hidup dengan baik dan tetap teguh dalam pembinaan diri, karena dari setiap ujian yang aku terima selama ini, membuat aku banyak belajar dan semakin memahami arti hidupku di dunia ini.
Filsafat :
Banyak cinta bergelora di dunia, tapi tak ada cinta yang murni
Nafsu keinginan menutupi hati, hingga tak bisa menepis godaan
Mau menolak begitu sayang, mau menyambut takut tenggelam
Kemana harus melampiaskan, tak ada yang tahu sucinya hati.
Ajaran Buddha :
Tidak boleh berlaku sama, mencintai atau memiliki, sesuatu yang berbeda
Mencintai belum tentu memiliki, Memiliki seharusnya mencintai
itu pandangan orang awam yang diliputi oleh keterikatan tubuh fisik
tapi mencintai pasti menderita, memiliki akan lupa daratan
keduanya tak bermakna dan menyesatkan
Orang yang berani meninggalkan keduanya adalah orang yang sejati
tapi orang yang tidak meninggalkannya tapi tidak terikat kepada keduanya
adalah orang yang mengerti ajaran Kebenaran Tao.