Halaman

PENUTUP



Akhirnya, buku ke-3 Perjalanan Astral ke Alam Binatang  telah selesai kukerjakan.


Aku telah menulis 4 buku dalam kurang dari 2 tahun ini, dan tidak pernah menyangka sama sekali kalau selain bimbingan spiritual yang kudapatkan, aku juga diarahkan untuk menulis buku-buku Dharma.


Hanya kadang aku tidak bisa mengembangkan kata-kata agar bisa dibaca dengan lebih baik, karena memang aku tidak pandai berkata-kata. Karena itu isi buku yang aku tulis, mungkin kurang begitu tersusun rapi, kebanyakan kata-katanya amat sederhana.


Namun aku tetap mengucap syukur atas berkah ini, sesuatu yang tidak pernah kuduga dan kurencanakan sama sekali, terjadi padaku. Saat ini walau aku disibukkan dengan kegiatan di cetya, memimpin puja bakti dan ritual keagamaan, bimbingan untuk menulis buku tidak pernah berhenti.


Karena setelah buku Perjalanan Astral ke Alam Binatang ini selesai, aku akan mendapat amanat yang berbeda lagi. Aku sudah diberitahukan hal ini dari awal, buku apa yang akan aku tulis di kemudian hari, aku belum bisa mengetahuinya. Karena semua itu datangnya secara spontan dan tidak pernah kuduga.


Menjalani Dharma, begitu banyak hal yang terjadi. Kadang timbul rasa sedih dan lelah, setelah menjalani Dharma aku baru mengerti kesedihan dan kelelahan Buddha-Bodhisattva. 


Banyak manusia jika sudah mengalami kesulitan dan kesusahan baru mencari Buddha-Bodhisattva agar bisa keluar dari kesulitannya, banyak manusia hanya bisanya memohon saja agar selamat, tapi tidak pernah melakukan suatu kebajikan apapun. Jika permohonannya tidak terkabul, mereka akan marah dan kecewa pada Buddha-Bodhisattva.


Manusia tidak pernah berpikir bahwa hidup mereka di dunia ini terjadi karena adanya karma. Mereka hanya menginginkan kesenangan saja, dan setelah mendapatkannya tidak pernah mau mencari Buddha-Bodhisattva untuk berterima kasih. Ada juga manusia yang tidak mau rugi, mereka baru mau berbuat kebajikan jika permohonannya terkabul dulu.


Di dunia ini, manusia yang benar-benar tulus sangat jarang, karena itu jarang sekali ada manusia yang bisa mendapatkan pencerahan dalam hidupnya. Kebanyakan manusia memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan mendapatkan sesuatu juga dari orang tersebut, begitu pula kepada Buddha-Bodhisattva. Tapi Buddha-Bodhisattva tidak pernah mundur dalam misi penyelamatannya, walaupun moral manusia semakin merosot saja.


Buddha-Bodhisattva tidak pernah keluar dari sumpah samaya dan ikrar agungnya menolong semua makhluk, tidak pernah lelah menghadapi kekotoran batin manusia yang tidak ada habisnya.


Aku bertanya pada Guru Sejatiku, mengapa Buddha-Bodhisattva tidak pernah lelah menolong manusia ?


Guru Sejatiku menjawab, karena seorang Buddha-Bodhisattva itu tidak lagi memikirkan dirinya sendiri dan selalu rela berkorban untuk semua makhluk, membantu makhluk di 6 alam samsara agar terlepas dari belenggu rantai tumimbal lahir.


Dengan ditulisnya Buku ini, semoga banyak manusia menyadari bahwa, menjadi manusia adalah kesempatan untuk membina diri dan kesempatan untuk bisa mengikis karma serta menanam karma baik, agar di kehidupan yang akan datang bisa terlahir ke alam yang lebih baik dan tidak mengalami tumimbal lahir lagi.


Semoga buku ini bermanfaat bagi umat se-Dharma dan bisa memberikan kebahagiaan bagi semua makhluk, terutama yang terlahir di alam binatang.




Filsafat :

Begitulah cinta, begitulah benci,
tak ada yang tahu pasti seberapa dalam dan seberapa murni.
Tiada yang mengetahui dengan pasti arti cinta dan benci
yang sesungguhnya yang diketahui hanyalah
yang bisa memiliki dan bisa meninggalkan memiliki yang menderita,
meninggalkan yang menderita tapi tak bisa bahagia sesungguhnya atas semua itu.




Ajaran Buddha :

Baik buruknya hidup di dunia ini,
tinggal tergantung ketegaran hati diri sendiri yang memegang kendali.
Hati manusia memang tak bisa diketahui dengan pasti yang sesungguhnya.

Begitu pula alam semesta,
tak ada yang bisa mengetahui dengan pasti bagaimana, apa, kapan dan dimana reaksinya.
Manusia dan alam seperti tanah dan air
sepertinya menyatu tapi saling mengotori dan saling mendominasi

Air bagaikan alam, tanah bagaikan manusia.
Air memberi kehidupan, Tanah merusak kejernihan air
yang manakah yang berguna dan yang manakah yang tak berperasaan,

hanyalah alam semesta yang rela mengorbankan dirinya untuk kebahagiaan manusia
tapi tak dihargai dan selalu dicederai,
bagaimanakah tidak bereaksi

wahai manusia, mengertilah, sadarlah,
alam tak lagi bersahabat dan tak lagi memberi toleransi
karena manusia sudah terlampau batas.