Halaman

NEGERI TOPI LEBAR



Hari ini saat aku hendak makan di sebuah restoran Chinesse food di dekat rumah dengan suami dan anakku, saat sedang melihat-lihat menu masakan, kembali perubahan roh kurasakan. Dalam posisi duduk dan melipat kedua tangan, aku memejamkan mata dan berkonsentrasi. Aku telah masuk kedalam meditasi, kepalaku semakin lama semakin tertunduk, tertunduk semakin dalam.


Aku telah masuk kedalam samadhi walaupun sedang di dalam restoran. Dari atas aku melihat ada lautan yang luas, di laut itu aku menaiki perahu yang berjalan, perahu yang kunaiki itu menepi di pinggir pantai, entah pantai apa. Aku segara turun dari mulut perahu.


Di pantai itu aku melihat banyak orang memakai topi bundar yang lebar, topi lebar itu hampir menutupi tubuhnya, bahkan kepala dan wajahnyapun tidak kelihatan. Salah satu orang yang bertopi lebar itu datang menghampiriku, ternyata dia bisa melihat kehadiranku dan bahkan mengenalku.


“Desi... kau datang?”   

“Loh ... kamu kenal aku?”   

“Tentu, semua negeri ini mengenalmu, karena hanya Mahaguru Lu Sheng Yen dan kau yang bisa ke alam ini.”   


“Oh ya, tempat apa ini, dan kamu siapa?”   

“Ini adalah Negeri Topi Lebar dan saya pemimpin di sini.”   


“Kenapa kalian semua memakai topi lebar seperti itu?”     

“Topi ini menempel di kepala kami dan tidak bisa di lepas.”   

“Lalu kalau seperti itu, bagaimana kalian tidur ?”   

“Kami tidak tidur seperti manusia, tapi kami tidur dengan posisi siaga dan duduk.”   

“Mengapa ada negeri seperti ini ?”     

“Kami semua sebelumnya adalah kerang, setelah dimakan manusia kami terlahir di alam ini, baru setelah masa hidup kami disini berakhir, baru terlahir menjadi manusia.”   


“Kalian sebelumnya adalah kerang-kerang laut ?”   

“Kami dulunya berasal dari segala jenis kerang, awalnya sebelum menjadi kerang kami adalah manusia, karena sebelumnya kami berbuat tidak baik lewat mata dan telinga kami, sehingga kami menjadi kerang. 


Kami justru berterima kasih kepada manusia karena telah menolong kami dari penderitaan menjadi kerang.

Karena menjadi kerang tidak punya mata dan telinga, sehingga kami tidak bisa melihat Buddha-Bodhisattva dan mendengar Dharma.”   


“Loh... loh, koq berterima kasih dimakan, bukankah manusia yang memakan kerang itu membunuh makhluk hidup juga, dan pasti ada karmanya bukan ?”   


“Kami berbeda dengan ikan atau binatang yang lain, yang mempunyai mata dan telinga, jadi kami merasa bersyukur di makan manusia, sehingga kami bisa terbebas dari penderitaan menjadi kerang. “



“Wah... aku jadi bingung”   

“Desi, dengan datangnya kamu ke alam ini, agar bisa memberitahukan kepada manusia, agar mempergunakan mata dan telinganya untuk hal-hal yang baik, jangan digunakan untuk hal-hal yang buruk, agar tidak terlahir menjadi kerang, karena jika itu terjadi akan menderita.”     



“Kalau boleh bertanya, kesalahan lewat mata dan telinga apa yang kalian lakukan saat menjadi manusia hingga terlahir di alam kerang?”     


“Saat itu kami suka melihat dan mendengar hal-hal duniawi, seperti melihat uang, wanita, benda-benda. dan suka mendengar pujian-pujian yang membanggakan diri kami, sehingga kami lupa diri dan melekat pada semua itu.”     



“Oh begitu... terima kasih untuk petunjuknya. Aku akan menulis pengalaman ke alam ini dengan sebaik-baiknya.”


Setelah selesai berbicara dengan pemimpin negeri topi lebar itu, aku dengan sendirinya pergi dari alam itu, dan keluar dari meditasi. Kepalaku yang tertunduk, perlahan-lahan mulai terasa ringan dan kepalaku terangkat kembali, dan aku telah kembali ke dunia ini lagi.