Hari ini aku kembali mendapatkan pengalaman baru lagi, perjalanan astral ke alam lain seperti itu rupanya, aneh tapi nyata kurasakan. Tapi ada makna dari perjalanan astral itu, memberikan pengalaman yang berharga bagiku, karena tidak semua manusia bisa melakukannya.
Semua tergantung apakah langit berkenan kepada manusia itu sendiri, sehingga rahasia langit dan berbagai alam kehidupan bisa di ketahui dan di rasakan oleh manusia itu. Yang membuatku bingung, kenapa semakin lama pengalaman yang kudapatkan sama dengan Mahaguru. Aku sama sekali tidak mengerti akan seperti ini, dan tidak pernah menduganya sama sekali, apa lagi berniat meniru dan menyamakan diriku dengan Mahaguru.
Banyak orang menaruh curiga padaku, dan banyak yang berpikir aku meninggikan diriku dengan mengeluarkan Aku sedih jika mengingat perkataan mereka, walaupun aku tidak mendengarnya langsung.
Mengapa mereka tidak mengerti, aku sama sekali tidak berniat meniru Mahaguru. Apakah salah jika mengunakan jalan Dharma Mahaguru untuk menyebarkan Dharma Buddha kepada orang lain?.
Suatu kali aku mengalami puncak kesedihan, karena merasa niat baik yang kulakukan dengan mengikuti jalan Bodhisattva, menjalankan Dharma Buddha dan pembinaan diri, dikritik dan di kecam banyak orang karena adanya mantera hatiku, Sampai-sampai Mahaguru sendiri datang menemuiku dan berkata;
“Desi, manusia yang picik dan tidak mengerti Dharma akan menganggap kalau memiliki mantera hati adalah menyombongkan diri, ingin meninggikan nama dan memamerkan diri. Mereka tidak mengerti kalau sesungguhnya, dengan keluarnya mantera hati itu adalah penderitaan bagi orang yang memiliki mantera hati tersebut, karena orang itu mempunyai misi penyelamatan semua makhluk.”
Kata-kata Mahaguru itu telah membuat hatiku kembali teguh, saat ini aku baru merasakan kesedihan Mahaguru, juga kesedihan para Buddha-Bodhisattva.
Banyak manusia yang tidak punya pendirian dan mudah meragukan Mereka, jika manusia menderita maka mereka akan memohon pertolongan Mahaguru dan Buddha-Boddhisattva, tapi jika hidup mereka senang maka mereka tidak akan mengingat Mahaguru dan Buddha-Boddhisattva.
Tapi baik Mahaguru maupun Buddha-Bodhisattva tidak pernah merubah misinya, walaupun harus menderita, mereka tetap melakukan penyelamatan.
Pagi ini, saat aku sedang berbincang-bincang dengan suamiku, perubahan terjadi padaku, aku segera duduk bermeditasi dan meninggalkan suamiku di ruang kantor kami, lalu menuju ke altar utama cetya.
Sebelumnya aku bershadana lengkap terlebih dahulu baru masuk ke dalam meditasi. Dalam keadaan samadhi, kepalaku kembali tertunduk dan seperti tertidur, karena aku tidak merasakan lagi suasana disekitarku.
Setelah beberapa lama, aku melihat lautan dan ada beberapa ekor ikan hiu berenang diatasnya, aku bisa melihat siripnya yang tegak di atas permukaan air. Hiu itu berputar-putar, lalu aku masuk ke dalam laut itu, salah satu hiu yang berukuran besar datang menghampiriku, setelah dia tahu kalau aku melihatnya, hiu itu mengiringku pergi kesuatu tempat di dalam laut itu.
Aku dan hiu itu terus masuk ke dalam dasar laut yang dalam, semakin lama kedalam semakin gelap tidak ada cahaya, suasana terasa mencekam dan kelam sekali. Tapi aku tetap berusaha memberanikan diriku mengikuti hiu itu.
Sesampainya di tempat yang gelap itu, hiu tersebut berhenti dan dia berubah wujud setengah manusia. Kepalanya saja yang masih berbentuk ikan hiu, lalu kami berbicara;
“Desi, kau datang juga kesini ?”
“Ya, saya tidak tahu kenapa bisa ketempat ini.”
“Ini adalah alam Hiu”
“Alam Hiu? saya tidak mengerti“
“Ya, ini adalah alam kami bangsa Hiu. Kami semua amat menderita tinggal di tempat ini. Manusia memburu kami untuk mengambil sirip kami dan memakan kami.”
“Kenapa menderita ? bukannya ikan hiu itu seperti raja laut dan ganas, dan katanya juga memakan manusia.”
“Manusia berpikir begitu, padahal kami tidak seperti pemahaman mereka, kami hanya makan ikan-ikan kecil di laut dan tidak memakan manusia.”
“Tapi benarkan, kalau hiu tidak bisa mencium darah ?”
“Itu benar, sesungguhnya kehidupan kami menderita disini adalah karena kesalahan kami juga. Dulu kami suka mencari kekuatan-kekuatan gaib dan mempelajari hal-hal gaib, saat mendapatkan kekuatan dan kelebihan itu, kami tidak mengunakan kelebihan kami untuk berbuat kebajikan atau jalan Dharma, tapi kami malah mengunakan kelebihan kami untuk mendapatkan uang, ketenaran dan memperdayai orang lain.
Saat kami mencari ilmu gaib itu, apapun kami lakukan, bahkan menyakiti diri kami sendiri dan orang lain, kadang kami meminum darah orang lain untuk menambah kekuatan ilmu kami.
Kami mengira dengan mempunyai kekuatan itu kami bisa menjadi Dewa, tapi akhirnya kami malah terlahir di alam hiu, itulah sebabnya bangsa hiu tidak bisa mencium bau darah, bau darah membuat emosi / ego kami naik.
Semua itu terjadi secara spontan, tapi setelah terjadi kami amat menyesalinya, karma itu membuat kami lama hidup di alam hiu.”
“Oh begitu, lalu adakah pesan yang ingin kau sampaikan kepada umat manusia?”
“Desi, aku ingin kau bisa memberitahukan kepada manusia untuk tidak membina diri demi mencari ilmu gaib untuk digunakan ke jalan yang salah, karena jika begitu mereka akan terlahir di alam hiu. Aku ingin agar tidak ada lagi manusia yang terlahir di alam ini karena sangat menderita, kesepian dan ditakuti orang dan makhluk lain”.
“Bukannya kalau salah membina diri bisa masuk ke alam setan, kenapa bisa terlahir di alam hiu?”
“Yang masuk ke alam setan berbeda, mereka membina diri dengan menyembahyangi roh-roh tingkat rendah dan mengucapkan janji dan sumpah pada mereka, sehingga masuk ke alam setan.
Yang masuk ke alam hiu adalah mereka yang membina diri dan mendapatkan gaib dari alam semesta, tapi mempergunakan ilmunya untuk jalan yang salah.”
“Ya, aku mengerti. Terima kasih atas petunjuknya.” Setelah berbincang-bincang dengan hiu itu, aku perlahan tertarik keluar dari alam hiu dan kembali terbangun dari meditasiku.
Filsafat :
Kehidupan ini bagai sebuah belati
tidak diasah tidak berguna, diasah dapat melukai
Belati tiada manfaat dan guna bila hanya untuk keserakahan
Tidak semua manusia walau menjalani hidupnya dengan tempaan
untuk orang lain yang dia tidak kenal
hanya ingin kesenangan diri terpenuhi
ketamakan manusia tak pernah hilang selama diri sendiri merasa benar
apa yang harus dilakukan oleh manusia sekarang ini
cukup hanya mawas diri terhadap perbuatan diri.
Ajaran Buddha :
Diasah atau tidak sama baiknya juga sama buruknya
Asalkan sanggup menjalaninya dan sanggup melakukannya
Selama diri sendiri dan orang lain tidak menderita, maka lakukanlah.
Semua tergantung apakah langit berkenan kepada manusia itu sendiri, sehingga rahasia langit dan berbagai alam kehidupan bisa di ketahui dan di rasakan oleh manusia itu. Yang membuatku bingung, kenapa semakin lama pengalaman yang kudapatkan sama dengan Mahaguru. Aku sama sekali tidak mengerti akan seperti ini, dan tidak pernah menduganya sama sekali, apa lagi berniat meniru dan menyamakan diriku dengan Mahaguru.
Banyak orang menaruh curiga padaku, dan banyak yang berpikir aku meninggikan diriku dengan mengeluarkan Aku sedih jika mengingat perkataan mereka, walaupun aku tidak mendengarnya langsung.
Mengapa mereka tidak mengerti, aku sama sekali tidak berniat meniru Mahaguru. Apakah salah jika mengunakan jalan Dharma Mahaguru untuk menyebarkan Dharma Buddha kepada orang lain?.
Suatu kali aku mengalami puncak kesedihan, karena merasa niat baik yang kulakukan dengan mengikuti jalan Bodhisattva, menjalankan Dharma Buddha dan pembinaan diri, dikritik dan di kecam banyak orang karena adanya mantera hatiku, Sampai-sampai Mahaguru sendiri datang menemuiku dan berkata;
“Desi, manusia yang picik dan tidak mengerti Dharma akan menganggap kalau memiliki mantera hati adalah menyombongkan diri, ingin meninggikan nama dan memamerkan diri. Mereka tidak mengerti kalau sesungguhnya, dengan keluarnya mantera hati itu adalah penderitaan bagi orang yang memiliki mantera hati tersebut, karena orang itu mempunyai misi penyelamatan semua makhluk.”
Kata-kata Mahaguru itu telah membuat hatiku kembali teguh, saat ini aku baru merasakan kesedihan Mahaguru, juga kesedihan para Buddha-Bodhisattva.
Banyak manusia yang tidak punya pendirian dan mudah meragukan Mereka, jika manusia menderita maka mereka akan memohon pertolongan Mahaguru dan Buddha-Boddhisattva, tapi jika hidup mereka senang maka mereka tidak akan mengingat Mahaguru dan Buddha-Boddhisattva.
Tapi baik Mahaguru maupun Buddha-Bodhisattva tidak pernah merubah misinya, walaupun harus menderita, mereka tetap melakukan penyelamatan.
Pagi ini, saat aku sedang berbincang-bincang dengan suamiku, perubahan terjadi padaku, aku segera duduk bermeditasi dan meninggalkan suamiku di ruang kantor kami, lalu menuju ke altar utama cetya.
Sebelumnya aku bershadana lengkap terlebih dahulu baru masuk ke dalam meditasi. Dalam keadaan samadhi, kepalaku kembali tertunduk dan seperti tertidur, karena aku tidak merasakan lagi suasana disekitarku.
Setelah beberapa lama, aku melihat lautan dan ada beberapa ekor ikan hiu berenang diatasnya, aku bisa melihat siripnya yang tegak di atas permukaan air. Hiu itu berputar-putar, lalu aku masuk ke dalam laut itu, salah satu hiu yang berukuran besar datang menghampiriku, setelah dia tahu kalau aku melihatnya, hiu itu mengiringku pergi kesuatu tempat di dalam laut itu.
Aku dan hiu itu terus masuk ke dalam dasar laut yang dalam, semakin lama kedalam semakin gelap tidak ada cahaya, suasana terasa mencekam dan kelam sekali. Tapi aku tetap berusaha memberanikan diriku mengikuti hiu itu.
Sesampainya di tempat yang gelap itu, hiu tersebut berhenti dan dia berubah wujud setengah manusia. Kepalanya saja yang masih berbentuk ikan hiu, lalu kami berbicara;
“Desi, kau datang juga kesini ?”
“Ya, saya tidak tahu kenapa bisa ketempat ini.”
“Ini adalah alam Hiu”
“Alam Hiu? saya tidak mengerti“
“Ya, ini adalah alam kami bangsa Hiu. Kami semua amat menderita tinggal di tempat ini. Manusia memburu kami untuk mengambil sirip kami dan memakan kami.”
“Kenapa menderita ? bukannya ikan hiu itu seperti raja laut dan ganas, dan katanya juga memakan manusia.”
“Manusia berpikir begitu, padahal kami tidak seperti pemahaman mereka, kami hanya makan ikan-ikan kecil di laut dan tidak memakan manusia.”
“Tapi benarkan, kalau hiu tidak bisa mencium darah ?”
“Itu benar, sesungguhnya kehidupan kami menderita disini adalah karena kesalahan kami juga. Dulu kami suka mencari kekuatan-kekuatan gaib dan mempelajari hal-hal gaib, saat mendapatkan kekuatan dan kelebihan itu, kami tidak mengunakan kelebihan kami untuk berbuat kebajikan atau jalan Dharma, tapi kami malah mengunakan kelebihan kami untuk mendapatkan uang, ketenaran dan memperdayai orang lain.
Saat kami mencari ilmu gaib itu, apapun kami lakukan, bahkan menyakiti diri kami sendiri dan orang lain, kadang kami meminum darah orang lain untuk menambah kekuatan ilmu kami.
Kami mengira dengan mempunyai kekuatan itu kami bisa menjadi Dewa, tapi akhirnya kami malah terlahir di alam hiu, itulah sebabnya bangsa hiu tidak bisa mencium bau darah, bau darah membuat emosi / ego kami naik.
Semua itu terjadi secara spontan, tapi setelah terjadi kami amat menyesalinya, karma itu membuat kami lama hidup di alam hiu.”
“Oh begitu, lalu adakah pesan yang ingin kau sampaikan kepada umat manusia?”
“Desi, aku ingin kau bisa memberitahukan kepada manusia untuk tidak membina diri demi mencari ilmu gaib untuk digunakan ke jalan yang salah, karena jika begitu mereka akan terlahir di alam hiu. Aku ingin agar tidak ada lagi manusia yang terlahir di alam ini karena sangat menderita, kesepian dan ditakuti orang dan makhluk lain”.
“Bukannya kalau salah membina diri bisa masuk ke alam setan, kenapa bisa terlahir di alam hiu?”
“Yang masuk ke alam setan berbeda, mereka membina diri dengan menyembahyangi roh-roh tingkat rendah dan mengucapkan janji dan sumpah pada mereka, sehingga masuk ke alam setan.
Yang masuk ke alam hiu adalah mereka yang membina diri dan mendapatkan gaib dari alam semesta, tapi mempergunakan ilmunya untuk jalan yang salah.”
“Ya, aku mengerti. Terima kasih atas petunjuknya.” Setelah berbincang-bincang dengan hiu itu, aku perlahan tertarik keluar dari alam hiu dan kembali terbangun dari meditasiku.
Filsafat :
Kehidupan ini bagai sebuah belati
tidak diasah tidak berguna, diasah dapat melukai
Belati tiada manfaat dan guna bila hanya untuk keserakahan
Tidak semua manusia walau menjalani hidupnya dengan tempaan
untuk orang lain yang dia tidak kenal
hanya ingin kesenangan diri terpenuhi
ketamakan manusia tak pernah hilang selama diri sendiri merasa benar
apa yang harus dilakukan oleh manusia sekarang ini
cukup hanya mawas diri terhadap perbuatan diri.
Ajaran Buddha :
Diasah atau tidak sama baiknya juga sama buruknya
Asalkan sanggup menjalaninya dan sanggup melakukannya
Selama diri sendiri dan orang lain tidak menderita, maka lakukanlah.