Halaman

ALAM GORILA



Siang ini, mendadak langit yang tadinya cerah dan panas terik, berubah dengan cepat menjadi gelap dan suara guntur agak aneh kudengar. Setelah beberapa lama hujan pun turun. Seperti biasa, suamiku menyuruh agar aku mencari tahu mengenai apa yang terjadi saat ini, tapi memang sebelum dia menyuruhku begitu, aku sudah merasakan perubahan roh dalam diriku seiring dengan perubahan cuaca saat itu.


Dalam meditasi aku kembali tertunduk dalam, pertanda aku akan melakukan Perjalanan Astral ke Alam Binatang lagi. Setelah masuk ke dalam samadhi, tidak lama aku melihat sebuah bayangan yang bergerak-gerak, bentuknya seperti pohon-pohon yang agak rendah, berdaun lebar dan bergelombang setiap sisinya.


Aku melihat pohon-pohon itu bergerak-gerak, ternyata ada seseorang yang mengerakannya. Wujud orang itu hitam dan agak besar, dia sepertinya melihat kehadiranku dan dia mengajakku ke suatu tempat, aku mengikutinya, dan terlihat sesekali dia memantauku, sepertinya tidak ingin aku kehilangan jejaknya, sambil sesekali mengibaskan pohon-pohon yang dilewatinya.


Sambil terus berjalan aku melihat makhluk itu mengambil sebuah batu yang agak besar dan membawanya, tapi sambil memperhatikan jalanku, setelah aku amati lebih jelas wujud makhluk itu, dia seperti monyet besar, giginya agak runcing dan jalannya agak sedikit membungkuk dan agak cepat.


Akhirnya monyet besar itu berhenti di suatu tempat, aku melihat sekeliling tempat itu, tidak ada yang istimewa, hanya ada sebuah gua dan di depan mulut gua itu ada monyet besar juga yang sama sedang duduk sambil mengendong satu monyet kecil. Lalu monyet besar yang mengajakku ke tempat itu bicara:


“Desi, aku Gorila. Kau saat ini berada di Alamku.”

Ternyata bukan monyet, tapi Gorila. Aku tidak pernah membayangkan bisa ke Alam Gorila, saat masuk ke alam apapun aku tidak boleh gentar dan takut, karena jika begitu rohku tidak akan bisa keluar dari tubuh dan pergi ke alam-alam lain.



“Gorila, wah menyeramkan sekali, kenapa aku bisa ke alam ini dan bisa berbicara dengan gorila ?”

“Kau sedang menjalankan Amanat untuk pergi ke alam binatang, saat ini kau memang sedang berada di Alam Gorila.”



“Bagaimana bisa ada alam ini ?”

“Awalnya kami adalah manusia yang bertumimbal lahir menjadi gorila.”



“Apakah karena kalian berbuat kesalahan ?”

“Ya, saat kami menjadi manusia, emosi kami sangat tinggi, kami suka marah-marah tanpa sebab, setiap kali berkelahi dengan manusia lain.” 



“Bukankah hal itu biasa dalam dunia manusia, apakah hanya karena hal itu saja bisa terlahir menjadi gorila ?”

“Kami punya sifat angkuh dan ingin menang sendiri, selalu mempermasalahkan hal kecil menjadi besar, karena sifat kami itulah yang membuat kami terlahir di alam ini.“ 



“Tapi hal itu kan tidak menimbulkan korban nyawa ?”

“Terjadi korban nyawa, sifat kami yang sepertinya tidak bermasalah itu, sampai membuat terjadi pembunuhan yang tidak kami sadari.”


“Oh begitu. Kalau sampai terjadi pembunuhan kenapa tidak masuk neraka ?”

“Kau sendiri telah mengetahui, yang masuk ke alam neraka, adalah mereka yang sengaja melakukan perbuatan jahatnya dan menyadari apa yang dilakukannya. Tapi yang tidak sengaja dan tidak menyadari akan masuk ke alam binatang.” 



“Berapa lama hidup di alam ini ?”

“Puluhan tahun saja.“



“Setelah itu ?”

“Kembali menjadi manusia.”



“Kehidupan di alam kami hanya sedikit, jika berkeluarga paling hanya bisa punya satu anak, jadi kami termasuk langka. Jika saat kami dilahirkan kembali menjadi manusia nantinya, biasanya wujud kami tidak sempurna. Kaki kami akan berbentuk huruf “O”/melengkung keluar, dan jalan kami agak membungkuk seperti perwujudan kami saat menjadi gorila.”



“Apakah sama dengan Monyet, Simpanse dan lain-lain ?”

“Hampir sama, hanya mereka tidak sampai terjadi pembunuhan, tapi hanya membuat orang terluka dan babak belur saja.”



“Oh.. aku mengerti. Kalau dunia monyet komunitasnya lebih banyak di banding gorila, masuk akal juga.”



“Desi, kau telah sampai di alamku ini. Kau harus memberitahukan hal ini kepada umat manusia agar jangan suka marah-marah, dan harus meredam emosi, karena jika sifatnya itu menyebabkan yang lain menderita, mereka akan masuk ke alam gorila, monyet, simpanse atau orang utan.” 



“Terima kasih atas petunjuknya, aku akan mengingat pesanmu.”


Setelah itu aku keluar dari meditasi. Aku mencoba untuk membuang chi negatif dalam tubuhku, karena beberapa kali pergi ke alam bintang, aku langsung keluar dari meditasi tanpa membuang chi negatif, sehingga semangatku menurun belakangan ini, karena tanpa kusadari hawa yin dari alam binatang itu sedikitnya menempel pada diriku, sehingga aku sering merasa lelah dan mengantuk.



Setelah aku mengetahui hal itu, aku tidak lagi segera keluar dari meditasi jika pergi melakukan perjalanan astral ke alam bintang, aku akan mengumpulkan kembali energi dalam diriku. Dalam tahapan pencapaianku dalam spiritual saat ini, sangat berbeda dengan awal pertama mendapat bimbingan.



Saat ini, kekuatan dan sensasi yang kurasakan tidaklah sekuat dulu.  Aku mengira aku mengalami kemunduran dalam pembinaan diri, tapi ternyata aku salah. Saat ini aku dibimbing untuk bisa mandiri dan tidak hanya mengandalkan Guru Sejati dan bantuan para Dewa.


Di dalam hatiku tidak boleh ada kekotoran batin sedikit saja, hati dan pikiran harus jernih, tetap tenang dalam menghadapi apapun. Karena dengan begitu, aku akan bisa dengan mudah merasakan perubahan dan tanda-tanda alam dengan cepat dan mata batinku bisa melihat sesuatu dengan lebih jelas.


Malam hari ini, ayah mertuaku kembali masuk rumah sakit, kira-kira pukul 12 malam mendadak dia pingsan dan tidak sadarkan diri, tubuhnya dingin semua. Kami yang ada saat itu berusaha untuk menyadarkannya, setelah beberapa lama dia sadar kembali dan langsung tersenyum, sama sekali tidak mengetahui kepanikan yang kami rasakan saat itu.


Saat itu adalah pertama kalinya aku dekat dengan orang tua dan dalam kondisi mengkhawatirkan, sampai-sampai aku tidak bisa berpikir harus berbuat apa untuknya. Aku hanya bisa menahan kesedihanku melihatnya. Beberapa waktu sebelumnya, ayah mertuaku memang sudah diramalkan bahwa usianya tidak akan lewat dari tanggal 20 bulan 2 lunar, kakak iparku juga sudah mendapatkan petunjuk demikian dalam meditasinya, karena itu sebelum hari ini dia sudah berusaha menyenangkan hati ayah mertua.



Pada tanggal yang diramalkan itu, mendadak saat aku, suami, ayah dan ibu mertua dalam perjalanan ke sebuah mall di daerah Jakarta untuk melihat Mahaguru, mendadak mobil yang kami kendarai mati ditengah-tengah jalan besar tepat di seberang mall yang akan kami datangi.


Sepulangnya dari mall, kami mampir ke Vihara di Jakarta, sesampai disana hujan deras sekali, aku pergi menghadap Dewi Kwan Im untuk minta petunjuk mengenai ayah mertua, Dewi Kwan Im mengatakan hal yang sama mengenai ayah mertuaku itu, kalau ini sudah saatnya.


Aku memohon kepada Dewi Kwan Im untuk bisa menambahkan usianya beberapa tahun lagi, karena ibu mertuaku masih belum siap jika terjadi sesuatu pada ayah mertua. Saat itu Dewi Kwan Im bilang akan mengabulkan permohonanku itu. Memang tanggal tersebut terlewat begitu saja dan tidak terjadi apapun pada ayah mertua, tapi setelah lewat satu bulan, dia masuk rumah sakit lagi, kali ini keadaannya lebih mengkhawatirkan, nafasnya berat dan kondisinya terus menurun.


Apakah Dewi Kwan Im benar-benar telah memberikan anugrah kepanjangan umur untuknya karena kebajikan yang telah dilakukan, tapi kenapa setelah lewat masa takdirnya itu bukan kebaikan yang diterima, tapi keadaannya menurun. Aku tak bisa membayangkan jika terjadi sesuatu pada ayah mertua, bagaimana dengan ibu mertua, dia pasti akan terpukul melihat keadaan suaminya. Dewi Kwan Im, kepada siapa aku harus minta pertolongan untuk ayah mertuaku ini.